iklan

Keputusan Pemberian Grease

Ada sebuah keputusan yang diambil pada saat itu sebagai konsekuensi dari budget departemen teknik yang sudah mendekati limit. Salah satu kebijakan yang diambil sebagai langkah menghemat penggunaan uang budget itu adalah dengan membuat suku cadang mesin sendiri di bengkel internal. Istilahnya swadaya suku cadang.

Karena membuat sendiri, yang terjadi adalah material yang digunakan tidak sekuat material bahan baku suku cadang jika membeli di vendor mesin. Namun tujuan menekan penggunaan budget tentu saja tercapai, karena jika dibandingkan secara harga, harga suku cadang orisinal mesin hampir 20 kali lipat. Memang sebenarnya ada suku cadang imitasi yang harganya berkisar 50 – 60 % saja dari suku cadang orisinal namun langkah itu tidak diambil mengingat penghematan penggunaan budget pada saat itu harus signifikan.

Penggunaan material bahan baku suku cadang yang jauh dari kualitas aslinya akhirnya membawa dampak pada umur penggunaan suku cadang tersebut. Yang biasanya bisa digunakan lebih dari 1 tahun, suku cadang buatan bengkel sendiri ini hanya berkisar 1 hingga 2 bulan saja. Untuk mengatasi umur suku cadang yang pendek ini maka diambil keputusan baru, yaitu menambah frekuensi pemberian grease pada bagian suku cadang tersebut. Jika suku cadang orisinal cukup di beri grease dalam kurun waktu 3 bulan sekali maka suku cadang buatan sendiri ini dilakukan pada setiap minggunya, dengan asumsi bahwa kerusakan yang timbul karena kurangnya grease dan bukan material bahan bakunya.

Kemudian proses pemberian grease itu dimasukkan dalam daftar ceklist perawatan mingguan. Seiring berjalannya waktu, keputusan memberi grease pada jadwal perawatan mingguan itu tidak memberi efek yang signifikan, ini dengan ditandai bahwa kerusakan yang sama pada suku cadang tersebut tetap terjadi dalam kurun waktu 1 sampai 2 bulan penggunaan. Akhirnya keputusan dirubah dan dilakukan penggantian suku cadang itu menggunakan suku cadang orisinal. Semenjak penggantian suku cadang menggunakan yang orisinal maka kerusakan yang sama sudah tidak muncul lagi.

Kini kewajiban untuk memberi grease pada suku cadang yang dimaksud seolah menjadi sebuah rutinitas saja hanya karena sudah masuk dalam daftar ceklist yang berlaku. Seolah semua melupakan apa latar belakang pengambilan keputusan itu. Kalaupun ada yang mempertanyakan alasan pemberian grease yang terlalu sering maka hanya akan dinilai sebagai sebuah penolakan melaksanakan tugas (meski pertanyaan itu dengan dasar logika yang benar).

Dari kejadian itu juga bisa diambil pelajaran bahwa sebuah keputusan tentu diambil berdasarkan pertimbangan sesuai situasi pada saat itu. Dan perubahan keputusan juga didasari oleh perkembangan yang ada. Apakah pengambilan keputusan awal menggunakan suku cadang buatan sendiri itu salah, tentunya tidak sesederhana itu menilai. Karena hal itu berkaitan dengan banyak hal yang harus dipertanggungjawabkan.

Kemudian apakah tidak melaksanakan pemberian grease pada suku cadang orisinal yang terpasang merupakan sebuah pelanggaran jika dilihat dari ceklist yang ada? Sebaiknya tidak hanya dinilai dari satu sisi saja, sebab penggunaan grease yang terlalu sering juga tidak memberi manfaat yang berbeda, karena ada jangka waktu minimal sampai grease tersebut perlu diganti. Kalaupun dilakukan terlalu sering hanya akan bersifat membuang-buang saja tanpa ada manfaatnya.

Memang tidak mudah untuk melihat segala sesuatu dari segala aspek, tapi juga bukan berarti tidak bisa dipelajari. Jika saja bisa melihat semua lebih utuh maka penilaian sepihak akan runtuh. Misal saja penilaian tentang keputusan yang berubah-ubah, bukankah itu selalu ada alasannya?

iklan
- Advertisement -spot_img
Agus Mach
Agus Mach
Menulis sebagai sarana belajar dan melihat apa yang ada dalam diri.
iklan

Latest post

iklan
Register Jadi Penulis Klik Disinispot_img

Popular dalam 7 hari

iklan

Cerpen

Sang Bidadari

Akhir Cinta Ariska

Pupus Harapan

Bukan Cinta Biasa

[WPPV-TOTAL-VIEWS]

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini